"Knowledge Warehouse"

" Knowledge will not ever swallowed Exhausted time "

Rabu, 03 Juni 2009

Peran Pemuda Dalam Memerdekakan Bangsa Seutuhnya

Indonesia dan Penjajahan

Sudah lebih dari 60 tahun sejak Bung Karno mendeklarasikan berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Setelah melalui perlawanan atas penjajahan fisik selama kurang lebih tiga setengah abad. Kita telah merdeka secara fisik. Namun, ternyata mental-mental keterjajahan itu masih bersemayam dalam jiwa sebagian besar masyarakat kita. Betapa tidak, kita baru merdeka sekitar setengah abad, sedangkan rentang waktu penjajahan fisik itu sudah lebih dari tiga setengah abad.

Tapi sayangnya alasan ini tidak bisa dijadikan argument pemaafan akan keterbelakangan bangsa kita. Lihat Malaysia dan Korea Selatan yang umur kemerdekaannya lebih muda dari Indonesia, sudah menjadi salah satu ‘Macan Asia’. Kualitas SDM dan SDA bangsa kita sama sekali tidak kalah dengan mereka, karena Allah menciptakan hardware(piranti keras) manusia itu sama potensinya. Begitu dahsyatnya keterbelakangan kita dalam berbagai bidang. Dalam hal ekonomi, bangsa ini dikuasai hegemoni kapitalis yang rakus. Segi politik, para preman jalanan itu telah mengganti baju mereka dengan jas dan dasi yang mewah namun dengan perilaku tak berubah. Di bidang moral, rasa kemanusiaan mati terhadap penghargaan nyawa. Persis puisi Kahlil Gibran tentang “Bangsa Kasihan”. Kasihan bangsa, yang menjadikan orang dungu sebagai pahlawan, dan menganggap penindasan penjajah sebagai hadiah. Kasihan bangsa, yang negarawannya serigala, filosofnya gentong nasi, dan senimannya tukang tambal dan tukang tiru. Kasihan bangsa yang tidak pernah angkat suara kecuali jika sedang berjalan di atas kuburan, tidak memberontak kecuali ketika lehernya sudah berada di antara pedang dan landasan.

Pemuda Indonesia

Begitulah, bangsa ini telah merdeka secara fisik, tapi belum secara mental. Kita belum merdeka seutuhnya. Pun, ketika para pemuda dan mahasiswanya telah berkali-kali turun ke jalan mengawali perubahan. Seakan usaha mereka sia-sia. Atau, malah kaum pemuda juga sudah menjadi salah satu masalah bangsa ini? Memang, agaknya permasalahan pemuda bangsa ini juga tidak sedikit dan sudah perlu mendapat perhatian khusus. Dengan idealisme yang -mestinya- masih murni dan rasa kepedulian kondisi bangsa yang -harusnya juga- masih tinggi, para pemuda masih bisa berbuat banyak.

Pemuda Indonesia on the Move

Pemuda merupakan salah satu elemen bangsa yang selalu menjadi garda depan dalam menghadapi berbagai persoalan bersama. Dalam sejarahnya, kelompok ini selalu melahirkan berbagai pemikiran dan gerakan menuju perubahan dan perbaikan bangsa Indonesia. Peran mereka sudah dimulai jauh sebelum lahirnya negara Indonesia.
Batasan pemuda di setiap negara berbeda-beda tergantung dari kebijakan pemerintahan di negara yang bersangkutan. Di Indonesia, pengertian pemuda adalah penduduk yang berusia antara 15 sampai dengan 35 tahun. Kiprah pemuda bisa kita lihat dari gerakan meraka sejak sebelum momentum kebangkitan nasional (1908) hingga pasca reformasi sekarang ini.

I. Sebelum lahirnya Boedi Oetomo

Kejayaan Bangsa Indonesia dapat dibuktikan dengan berjayanya pada masa silam Kerajaan Sriwijaya, Majapahit, Mataram dan lain-lain. Runtuhnya kerajaan itu adalah karena terjadinya perpecahan dari dalam pemerintahan itu sendiri.
Pada abad ke-16 orang Balanda datang ke Indonesia, pada mulanya mereka disambut dengan ramah tamah oleh bangsa Indonesia yang dikenal dengan keramah tamahannya. Lama kelamaan bangsa Belanda menunjukkan sifat aslinya yaitu ingin menjajah bangsa Indonesia.
Walaupun demikian bangsa Belanda bukan tidak mendapat perlawanan dari rakyat Indonesia, terbukti dengan adanya perlawanan di Aceh oleh rakyat Aceh, yang dipimpin oleh Panglima Polim, Cut Nyak Dien, Cut Mutia , Tengku Umar dan lain-lain, di Sumatera Barat oleh Imam Bonjol, ditanah Batak oleh Sisingamangaraja, di Pulau jawa oleh Pangeran Diponegoro, Sultan Ageng Tirtayasa, Untung Surapati dan lain-lain. Di Maluku oleh Pattimura di Sulawesi oleh Hasanuddin, di Kalimantan oleh Pengeran Antasari dan banyak lagi perjuangan rakyat.
Para pemuda tergabung dalam gerakan melawan penjajah belanda ini. Mereka tetgabung dalam berbagai peperangan melawan pemerintah Kolonial belanda di berbagai daerah di Nusantara. Namun, perlawanan itu dapat dipatahkan oleh Belanda, karena perlawanan bangsa Indonesia pada waktu itu masih bersifat kedaerahan dan perlawanan yang satu dengan yang lainnya masih belum terorganisir, tujuan perjuangannya pun berbeda-beda, persenjataan yang dimiliki kalah modern, Belanda sudah menggunakan senjata api,sedangkan perjuangan bangsa Indonesia pada waktu itu masih senjata tradisionil, seperti rencong, keris, tombak, panah, pedang, golok, badik, mandau dan lain-lain senjata daerah.

II. Dekade 1908-1918

Awal kebangkitan Nasional disebabkan beberapa faktor, baik dari dalam negeri maupun luar Negeri, antara lain factor dalam negeri:
1. Makin banyaknya/makin tingginya kesadaran ingin bersatu.
2. Makin mengingkatnya semangat bangsa Indonesia ingin merdeka.
3. Makin banyaknya orang pintar dan terpelajar di Indonesia.

Faktor yang datang dari luar negeri adalah kemenangan Jepang atas Rusia tahun 1905, adalah salah satu pendorong yang menimbulkan semangat bahwa bangsa kulit kuning, bangsa Asia dapat mengalahkan bangsa kulit putih (Eropa).
Sebagai jawaban atas rasa keprihatinan tersebut, muncullah gagasan dan tindakan dari beberapa pemuda Indonesia (Hindia Belanda) seperti Dr.Wahidin Sudirohusodo untuk mengangkat harkat dan martabat bangsa dari belenggu kolonial Belanda. Dr. Wahidin Sudirohusodo memanfaatkan peluang ini dari jalur pendidikan sebagai sarana yang tepat untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan menumbuhkan rasa nasionalisme bangsa Indonesia.
Pemuda, waktu itu masih terkotak pada golongan priyayi dan kawulo alit (rakyat kecil) yang masih belum terpelajar. Dr. Wahidin Sudirohusodo dan kawan-kawan terjun ketengah-tengah masyarakat untuk membangkitkan golongan priyayi agar bersedia mengulurkan tangan, memberi pertolongan kepada rakyat untuk meningkatkan kecerdasannya. Dr. Wahidin Sudirohusodo dengan biaya sendiri mengadakan perjalanan keliling Jawa untuk mempropagandakan pendirian berdirinya Studifound, ini dilakukan pada tahun 1906-1907.
Pada tanggal 20 Mei 1908, atas prakarsa Dr.Wahidin S dan para Pemuda STOVIA, seperti Sutomo, Gunawan, Suradji dan Suwardi Suryaningrat mengadakan rapat pertama di Jakarta, dan berhasil mendirikan perkumpulan yang diberi nama Boedi Oetomo yang berarti kebaikan yang diutamakan. Disinilah titik awal berdirinya perkumpulan-perkumpulan yang menjurus kepada sifat nasionalisme dan patriotisme, karena setelah berdirinya Boedi Oetomo maka bermunculanlah perkumpulan-perkumpulan dan pergerakan yang bersifat luas antara lain, Serikat Dagang Islam tahun 1909, Indische Party tahun 1913. Muhammadiyah tahun 1912, Nahdhatul Ulama tahun 1926. tahun ini pula, Ir. Soekarno mendirikan Partai Nasional Indonesia (PNI).
Lahirnya Boedi Oetomo, 21 Mei 1908, mengawali gerakan pemuda Indonesia dalam sebuah organisasi modern. Pahit getirnya perjuangan bangsa Indonesia jauh sebelum 1908 mencatat begitu banyak kenangan berharga dan begitu banyak kenangan yang mengharukan, semua ini membangkitkan kebanggaan pada tentang apa yang akan diperbuat pada masa yang akan datang.
Tanggal itu dikenal sebagai hari Kebangkitan Nasional. Awal kebangkitan nasional bukanlah terjadi dengan sendirinya, tetapi berawal dari rasa keprihatinan terhadap kebodohan, kemiskinan dan keterbelakangan, ini disebabkan dari politik kolonial Belanda pada waktu itu, mereka banyak mengambil keuntungan dari bumi pertiwi ini, Belanda menelantarkan pendidikan Bangsa Indonesia, rakyat dibiarkan bodoh, melarat dan menderita.

III. Dekade 1918-1928

Berdiri perkumpulan pemuda diluar Jawa pada tahun 1918 dan menamakan diri Jong Java, Jong Sumatra, Jong Ambon, Jong Pasundan, Jong Batak, Pemuda Betawi dan lain-lain. Perkumpulan ini juga diikuti oleh perkembangan organisasi pemuda Hindia Belanda yang sekolah di luar negeri.
Para pemuda inilah yang mengadakan kongres pemuda pertama tahun 1926 yang menghasilkan perlunya mencanangkan suatu organisasi pemuda tingkat Nasional. Dan atas usul perhimpunan pelajar-pelajar Indonesia (PPPI) sebagai organisasi kemahasiswaan pertama pada tanggal 26-28 Oktober 1928 diadakan kongres pemuda kedua.
Soempah Pemoeda kedua berlangsung di Batavia, setelah mereka mengadakan pembahasan, mereka sampai pada satu kesimpulan, bahwa jika bangsa Indonesia ingin merdeka, bangsa Indonesia harus bersatu. Untuk itu mereka bersumpah yang terkenal dengan nama Soempah Pemoeda yang diikrarkan pada akhir kongres yaitu pada tanggal 28 Oktober 1928 yang berbunyi: kami putra dan putri Indonesia mengaku bertanah air satu tanah Indonesia, berbangsa satu bangsa Indonesia, berbahasa satu bahasa Indonesia. Selain mengucapkan sumpah, pemuda Indonesia yang berkongres tersebut juga melantunkan lagu Indonesia Raya untuk yang pertama kalinya.

IV. Dekade 1928-1938

Soempah Pemoeda 28 Oktober 1928 dikenang sebagai lahirnya kesepakatan unsur-unsur bangsa yang sangat heterogen untuk menjadi bangsa yang satu. Itulah saat resmi lahirnya bangsa Indonesia, yang sebelumnya nomenklatur Indonesia belum digunakan untuk menamai suatu bangsa, suatu bahasa, dan suatu tanah air. Meskipun serupa dalam semangatnya untuk menyatukan nusantara, Soempah Pemoeda berbeda dengan Sumpah Palapa yang diucapkan Mahapatih Gajah Mada. Sumpah Palapa menempatkan Kerajaan Majapahit sebagai pusat, sementara Soempah Pemoeda ingin menyatu, membangun persatuan dalam napas kebebasan, persaudaraan dan kesetaraan; bertanah air satu, berbangsa satu, dan berbahasa satu, Indonesia.
Kolonial Belanda mulai menangkapi pemimpin-pemimpin organisasi kepemudaan itu yang dinilai vokal antara lain. Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, Sutan Syahrir, Dr. Tjipto Mangunkusumo, Ki Hadjar Dewantoro dan banyak lagi pemimpin organisasi yang ditangkapi, dibuang dan diasingkasn dari rakyatnya. Akan tetapi semangat untuk merdeka tidak pernah padam dan malah bertambah subur berkat Soempah Pemoeda itu.
Pada dekade ini, banyak muncul partai-partai yang berjuang di dalam parlemen (volksraad) maupun pada ranah sosial masyarakat. Partai-partai tersebut muncul dalam memperjuangkan bangsa Indonesia dalam bentuk menuju persiapan Indonesia merdeka.
Pada tahun-tahun ini, juga dibentuk organisasi saya yang menghususkan pada gerakan pemuda, misalnya Pemuda Ansor (Pemuda NU tahun 1934), pemuda Muhammadiyah tahun 1932. Pemuda Muslimin (1932), Nasyiatul aisyiyah (1931)

V. Dekade 1938-1948

Munculnya banyak partai pada tahun 1930-an ini makin menunjukkan bahwa bentuk perlawanan bangsa Indonesia pada bentuk perlawanan pemikiran dibanding dengan perlawanan fisik, seperti yang dilakukan oleh bangsa Indonesia pada abad ke-19. partai-partai yang menonjol pada saat itu adalah PNI, Parindra, Gerindo dan lain-lain.
Tahun 1942, pecah Perang Asia Timur Raya. Jepang masuk dan menguasai Nusantara. Maka dimulailah perlawanan pemuda-pemuda Indonesia kembali pada perlawanan fisik melawan penjajah. Banyak pemuda dilatih oleh tentara jepang dalam PETA dan HEIHO. Namun Jepang juga membentuk Romusha yang sangat membebani rakyat.
Jepang yang saat itu menjanjikan kemerdekaan bagi Indonesia justru mengalami kekalahan setelah bom atom meledak di Hiroshima dan Nagasaki tahun 1945. Dengan demikian, pemuda Indonesia (golongan muda) mendesak supaya pemimpin (golongan tua) segera memproklamirkan berdirinya Republik Indonesia. Pemuda-pemuda yang menonjol kala itu adalah Adam Malik, Sukarni, Chaerul Saleh dan lain-lain.
Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 dibacakan oleh Soekarno dan Hatta. Hal ini dilakukan setelah pemuda mendesak mereka, bukan menunggu kompromi dnegan pemerintah Jepang. Selayaknyalah peristiwa bersejarah yang demikian penting itu diperingati dengan mendalami semangat yang terkandung dalam peristiwa itu.
Pemuda-pemuda Indonesia banyak melakukan perlawanan fisik menghadapi pasukan Belanda yang datang kembali dengan membonceng Sekutu. Agresi Belanda I maupun II (tahun 1947 dan 1948). Perlawanan ini banyak berlangsung di berbagai kota di Indonesia, seperti Jakarta, Bandung, Semarang dan Surabaya.
Banyak pula dibentuk organisasi pemuda Islam, seperti Gerakan Pemuda Islam (Oktober 1945), Pemuda Islam (April 1947), Angkatan Puteri Al-Washliyah (Juni 1947), Ikatan Putra Putri Indonesia (1945), Gamki (1948), Pemuda Demokrat (1947), Pemuda Katolik (1947), PMKRI (Mei 1947), Pelajar Islam Indonesia (Mei 1947) dan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang didirikan oleh Lafran Pane dan kawan-kawan pada Februari 1947 di Sekolah Tinggi Islam (STI) di Yogyakarta. Dan organisasi lainnya.

VI. Dekade 1948-1958

Perlawanan pemuda Indonesia masih dalam bentuk perlawanan fisik hingga berlangsungnya Konferensi Meja Bundar tahun 1949 di Den Haag, Belanda. Pada saat-saat inilah para pemuda yang tergabung dalam berbagai organisasi pemuda, baik yang nasionalis meupun keagamaan bermunculan. Hal ini adalah sesuai dengan atmosfer perjuangan pasca perang kemerdekaan, yaitu perjuangan ideologi dan mencari identitas bangsa Indonesia.
Banyak lahir partai-partai politik pada dekade ini, sehingga banyak pula organisasi pemuda yang lahir sebagai underbow dari partai-partai induk yang sudah mapan. Misalnya CGMI (Pemuda PKI), GMNI (1954/pemuda PNI). Ataupun bentuk afiliasi politik organisasi pemuda terhadap partai tertentu, misalnya HMI terhadap Masyumi. Organisasi-organisasi pemuda yang lahir pada dekade ini adalah IPNU (1954) dan lain-lain sampai pada dekade berikutnya.

VII. Dekade 1958-1968

Organisasi-organisasi pemuda yang lahir pada dekade ini adalah Generasi Muda Mathlaul Anwar (1956), PMII (1960), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM tahun 1964), Gema Budhis (1968) dan lain-lain. Kelahiran mereka yang secara ideologis muncul dengan asas agama merupakan strategi untuk memperkuat jaringan ideologis-sosial-politik pemuda dalam memperjuangkan identitas pada masa memasuki era revolusi 1965-1966.
Masa revolusi 1966 adalah puncak gerakan mahasiswa dan pemuda dalam memperjuangkan perubahan nasib bangsa. Pemuda dan mahasiswa terlibat secara langsung pada masa revolusi tersebut, yang juga mengakibatkan beberapa konflik fisik, seperti pembantaian kader-kader (pemuda) PKI oleh pemuda-pemuda lawan ideologi-politik lain.
Pada saat Soeharto diangkat sebagai pejabat Presiden RI, pemuda mendukung penuh. Bersama dengan ABRI, saat itu pemuda memberikan kesempatan kepada Orde Baru untuk membangun negara, meski dalam beberapa hal, pemuda sering ditinggalkan oleh pemerintah.

VII. Dekade 1968-1978

Pemerintah Orde Baru mempersiapkan Pemilu 1971 dengan melakukan fusi partai hingga menjadi 10 partai peserta Pemilu. Golkar yang menang dalam pemilu ini sebelumnya sempat membentuk beberapa organisasi pemuda sayap golkar. Organisasi Pemuda yaitu Ikatan Pemuda Karya (1969) juga lahir pada saat saat ini.
Pemerintah membentuk Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga untuk mengatur pemuda. Komite Nasional Pemuda Indonesia (1973) juga terbentuk. KNPI ini memudahkan pemerintah untuk memonitor gerakan mahasiswa, meski oleh pemuda tidak menguntungkan karena pengawasan oleh pemerintah tersebut. Menghadapi ini, beberapa organisasi pemuda/mahasiswa membentuk Kelompok Cipayung untuk membentuk opini bersama menghadapi kebijakan pemerintah. Mereka adalah HMI, PMII, PMKRI, KMNI dan GMKI.
Gerakan pemuda kembali terkonsolidasi secara nasional pada tahun 1973-1974. Peristiwa Malari 1974 adalah puncak gerakan pemuda atas kebijakan pemerintah Orde Baru yang tidak transparan. Pemuda/mahasiswa merasa makin ditinggalkan oleh pemerintah, sehingga pada peristiwa Malari ini banyak pemuda yang ditangkap oleh pemerintah Orde baru seperti Syahrir, Arif Budiman dan lain-lain.
Sementara itu, pemerintah Orde Baru justru makin mengekang kebebasan pemuda/mahasiswa agar tidak terlibat aktif dalam kegiatan-kegiatan politik. Menteri Pendidikan Daoed Joesoef menandatangani kebijakan NKK-BKK tahun 1978, yang isinya membatasi kegiatan mahasiswa hanya pada kegiatan akademis kampus. Banyak pula Koran dan surat kabar dibreidel oleh pemerintah pada thun-tahun ini, sehingga pemuda dan mahasiswa makin sulit bergerak melawan tekanan pemerintah.

VIII. Dekade 1978-1988

Dekade ini adalah puncak kekuasaan pemerintahan Orde Baru. Pemerintah memberlakukan asas tunggal pancasila sebagai asas wajib partai maupun organisasi masa di Indonesia. Partai politik yang tinggal 2 partai (PPP dan PDI) terpaksa tunduk agar tetap bisa menjadi penyeimbang Golkar pada pentas Pemilu masa Orde Baru. Organisasi masa yang juga terkena imbas dari kebijakan asas tunggal buru-buru mengambil sikap menerima agar tidak tergusur oleh aturan pemerintah.
Begitu juga organisasi pemuda/mahasiswa. Ormas pemuda/mahasiswa banyak yang terpaksa mau menerima asas Pancasila. Sementara, mereka banyak yang terpaksa bergerak di bawah tanah agar tetap eksis, meski harus berurusan dengan intel pemerintah. Kebijakan asas tunggal Pancasila ini efektif memecah gerakan pemuda/mahasiswa. Efek yang sampai sekarang dirasakan adalah banyaknya potensi pemuda yang terpaksa hilang akibat ketidakmauan mereka menerima asas Pancasila. PII (Pelajar Islam Indonesia) misalnya, mereka terpaksa bubar dan bergerak illegal, karena tidak mau menerima asas pancasila. Sementara Himpunan Mahasiswa Islam pecah menjadi dua.
Mulai muncul perlawanan terhadap pemerintah Orde Baru dengan gerakan-gerakan konsolidasi pro-demokrasi, yang kemudian disebut oleh pemerintah sebagai Organisasi Tanpa Bentuk/OTB, dan mulai terang-terangan pada tahun 1996-1998 mulai muncul bentuknya seperti Partai Rakyat Demokratik (PRD) dan lain-lain.

IX. Dekade 1988-1998

Krisis moneter yang memunculkan krisis multidimensi di Indonesia memunculkan perlawanan yang lebih kongkrit oleh pemuda/mahasiswa. Banyak gerakan pro-demokrasi yang muncul bersama gerakan pemuda/mahasiswa lainnya melakukan koordinasi nasional dengan memunculkan gerakan reformasi.
Reformasi membuka kesempatan kepada ormas pemuda dan mahasiswa untuk kembali pada asas mereka semula. Booming partai politik memberikan kesempatan pada pemuda dan mahasiswa untuk membentuk dan menjadi pengurus partai dan terlibat langsung dalam perebutan kursi di parlemen. Selama ini mahasiswa merasa ditinggalkan oleh pemerintah ketika perjuangan menumbangkan rezim sudah berhasil, kesempatan masuk partai ini membuka peluang pemuda/mahasiswa tersebut.
Selain partai politik, organisasi pemuda/mahasiswa banyak lahir pada kesempatan reformasi. Ormas pemuda ini biasanya adlah sayap partai politik yang lahir pada masa reformasi itu juga seperti Pemuda PAN dan lain-lain, juga seperti Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) dan lain-lain. Reformasi ini juga membuka kesempatan pers untuk kembali bebas dan demokratis.

1998-2009
Pemilu 1999 dan 2004 adalah momentum untuk tampilnya pemuda/mahasiswa pada pergerakan nasional. Namun, masuknya pemuda di parlemen justru dipandang banyak kalangan melenakan para pemuda pada kekuasaan dan lupa pada perjuangan reformasi sebelumnya. Sehingga tantangan yang dihadapi pada saat ini adalah bukan semata-mata pemerintah dan kebijakannya, tetapi internal pemuda sendiri yang tidak konsisten dalam memperjuangkan reformasi. Pemuda sulit independen, justru pemuda banyak yang berjuang demi kepentingan kekuasaan dan partai politik. Bukan memperjuangkan kepentingan rakyat dan bangsa.

Pemuda Indonesia : Medan Grafiti Indonesia

Banyak kita temui, mahasiswa di Indonesia pergi ke kampus dengan mengecat rambutnya warna-warni. Atau sekelompok remaja yang gemar nongkrong di café berlisensi asing (transnasional) di dalam kompleks pertokoan mewah atau mal-mal dan plaza.

Bisa ditebak, golongan pertama mungkin sudah malu membawa identitas generasi muda Indonesia yang memang secara genital rambutnya berwarna hitam dan sedikit ikal. Sedangkan yang terakhir ini, pasti merasa risih jika harus makan di pinggir jalan atau berlama-lama cangkru`an di warung kopi.

Fenomena ini menjadi bukti dari analogi yang diungkapkan oleh Jean Baudrillard, bahwa kegilaan mencari identitas “semu” tersebut sebagai ekstasi yang melanda masyarakat kontemporer. Di mana orang akan berduyun-duyun mendatangi gerai McDonald`s daripada “McDono.” Walaupun beda status made in-nya, tapi relatif tidak beda rasa dan kelezatannya, apalagi menghilangkan cap makanan tersebut sebagai junk food.

Semua berpulang pada satu motif: demi gengsi dan prestise. Karena status “manusia modern” hanya untuk mereka yang melakukan itu semua. Tradisi mimikri ini terus lestari akibat makin terlembaganya kebiasaan tersebut dalam mind set budaya mayoritas anak muda Indonesia zaman sekarang. Apalagi sejak pesatnya perkembangan industri budaya pop dalam dekade 80-an sampai akhir 90-an.

Bahkan ada lagi yang menarik. Sebuah pemberitaan di salah satu media mengisahkan tertangkapnya seorang pemuda oleh Polisi akibat membawa narkoba. Ketika ditanya motifnya, simple ia menjawab, “ingin seperti para musisi rock di Amrik.” Atau yang lebih ekstrem lagi ingin mengikuti jejak sang mahaguru Raggae asal Jamaika, Bob Marley.

Kondisi macam itu sebenarnya ingin berbicara pada kita, bahwa, identitas budaya Indonesia sedang pada titik nadir. Karena yang akan dipertaruhkan adalah anak muda: satu generasi yang menjadi tumpuan penerus estafet budaya nusantara yang (katanya) dulu pernah mendapat “gelar” Adi Luhung.

Banyak orang sepakat, makin lama usia kemerdekaannya, negeri ini memang makin terjajah. Tentu tidak lagi terjajah dalam arti konvensional. Melainkan penjajahan finansial dan penjajahan politik. Dengan bergabungnya Indonesia dalam blok AFTA dan WTO, makin menegaskan bahwa posisi Indonesia tetap tersetir oleh kebijakan neo-liberalisme dari para agen The Economic Hit Man macam IMF atau Bank Dunia.

Tapi kesadaran masyarakat atas invasi di bidang politik dan ekonomi, mungkin akan sedikit melalaikan bahayanya posisi suatu bangsa bila telah terjajah secara kultural. Karena jamak dipahami, budaya memegang peranan penting sebagai “otak” dari segala tingkah laku masyarakat, sekaligus penanda identitas kultural sebuah bangsa.

Secara garis besar, dalam budaya dikenal dua jenis: budaya material (fisik, simbol) dan budaya in/non-material (pemikiran, ajaran, kepercayaan, dsb). Penjajahan yang dilakukan dalam bentuk material akan cenderung mudah terdeteksi secara kasat mata. Sebab percampuran arsitektur antar kultur dalam sebuah bangunan atau hybridasi bentuk dalam wujud pakaian adat dengan cepat dapat diketahui asal muasal identitas mulanya.

Bandingkan dengan kolonialisasi yang masuk dalam ranah kognitif dan mentalitas manusianya. Siapa yang dapat mengukur kedalaman rasa seseorang secara tepat? Dan siapa pula mampu menimbang percampuran unsur-unsur pembentuk mind set seseorang?

Nampaknya, kondisi itulah yang sedang kita hadapi. Benturan budaya yang intens lama-kelamaan kian menghilangkan elemen asal budaya aslinya. Buktinya generasi muda kita rela menyerahkan tubuhnya untuk dilumuri “grafiti” dari negeri seberang. Mereka tak rikuh membebek pada industri fashion barat. Lantas memanjakan matanya dengan tontonan sinema maupun tayangan hiburan asing, layaknya produk MTv dan Holywood.

Lalu kemanakah tayangan-tayangan hiburan produksi pribumi yang dulu masih menghiasi layar kaca, macam serial si Unyil atau pementasan wayang dan ludruk? Semua luluh dalam aksi panggung Cristhina Aguilera dan akting menawan Brad pitt. Bahkan produk industri hiburan Indonesia modern justru datang dengan wajah ambigu: pemainnya tetap orang Indonesia, tapi ide dan konsep acaranya justru impor. Contoh aktualnya terepresentasi dalam AFI, Indonesian Idol, KDI, dan sejenisnya.

Artinya, status paling fundamental dari kita telah tergadaikan. Dengan sinis Afrizal Malna menyebutnya sebagai Amerikanisasi tubuh (Kompas, 21/08/05). Afrizal menuturkan Amerikanisasi tubuh berlangsung lewat politik globalisasi yang dijalankan Amerika dan negara kapitalis lainnya untuk melakukan hegemoni ikon-ikon Amerika (penjajahan) melalui sarana berbagai media. Amerika sengaja mengonstruksi ikon-ikonnya sedemikian rupa lewat wacana kebudayaan pop, teknologi, dan modal. Akhirnya propaganda itu tertanam dalam tubuh kita sebagai koloni identitas dan konsumsi.

Artinya globalisasi membuat kebudayaan (termasuk tubuh kita) seperti jalan raya. Berbagai jenis kendaraan bebas hilir mudik di atasnya. Akibatnya ikon tunggal tersebut (Amerikanisasi) cenderung tidak dilihat secara kritis. Bahkan identitasnya seperti terendam dalam keberagaman. Parahnya lagi, seakan-akan “kita adalah Amerika.” Tetapi sebaliknya “Amerika bukanlah kita.”

Kontemplasi dan Refleksi

Indonesia yang sudah berkali-kali ditaklukkan dalam berbagai bidang dalam konteks modernisasi dan globalisasi seperti jeratan utang oleh korporasi politik keuangan internasional (utang internasional) membuat tubuh bangsa Indonesia layaknya orang yang terkulai lemas di ranjang Rumah Sakit.

Namun, konteks kontemporer yang juga menampilkan wajah Indonesia yang telah tertindas secara kultural, makin memperparah kondisi di atas. Lantas masih bisakah kita tertawa dan berbahagia, bila secara pemikiran dan mentalitas saja masih terjajah?

Anthony Giddens pernah mengutarakan bahwa kematian peradaban selalu diawali dengan miskinnya kesadaran reflektif-diskursif (discoursive conciousness) masyarakatnya. Dengan konteks seperti itu, sudah selayaknya para elemen bangsa ini tidak hanya rutin melakukan ritual peringatan hari besar kebangsaan yang malah terkesan artifisial.

Artinya manifestasi nasionalisme guna menghadang penetrasi kaum neo-imprealis tidak hanya dilakukan dengan modus konvensional ala masa penjajahan atau revolusi, tapi juga harus terus dikontekstualisasikan dengan model penjajahan yang terus memperbarui diri tersebut. Karena bentuk penjajahan baru telah nampak di depan mata, maka dengan bertindak cepat, generasi muda bangsa ini tidak akan melangkah dengan pertanyaan, “mau dibawa ke mana negeri ini?.”

Indonesiaku......

Senin, 01 Juni 2009

Perayaan MILAD "HAKIKI" ke 3

Persiapan HAKIKI sebelum Tampil yaitu..

BERGAYA...." NARSIS "



OK Kan....?????
















Penampilan
HAKIKI dalam "Festival Nasyid SMKN 36 Jakarta Tahun 2009"














Pemenang Festival NAsyid SMKN 36 Jakarta Tahun 2009,


Juara I (Syafa Nada dari SMAN 52 ),

Juara II (HAKIKI dari SMKN 36 Jakarta),
Juara III (Sajadah dari SMAN 13 Jakarta).

dan Penyerahan PIALA Pemenang bagi Tuan rumah (HAKIKI) Juara II Festival Nasyid SMKN 36 Jakarta












Penghargaan untuk
HAKIKI karena telah memenangkan Juara I Tingkat DKI Jakarta Tahun 2008 dan Juara II Festival Nasyid SMKN 36 Jakarta Tingkat Jakarta Utara Tahun 2009.


Created : Aris DJ

Senin, 18 Mei 2009

Good Friends in My Life

Life without friends is like a tree does not have leaves.

That he wanted to be able to grow their own and he does not disrupt it, and find it fun that he does not get the results and disappointed.

If you know the meaning of the friends themselves,
is a friend is like a flower that decorate the trees and plants,
So that it looks beautiful and captivating in the eyes of each person.

And the tree will be cut and re-developed as his own that Will be useful to other people in the future.

Many thanks to my friend.
Hopefully we will remain friends forever ......


















Jumat, 15 Mei 2009

The Winner of Nasheed Festival in SMKN 36 Jakarta

The Winner are :

1. The First Winner


Team : Syafa Nada


School : SMAN 52 Jakarta












2. The Second Winner


Team : HAKIKI

School : SMKN 36 Jakarta













3. The Third Winner


Team : Sajadah

School : SMAN 13 Jakarta












Created by : Aris_DJ

Kamis, 14 Mei 2009

My Community in SchooL ( Api Unggun )

PROFIL
" Komunitas Api Unggun "
Komunitas ini berawal dari adanya kegiatan siswa SMKN 36 Jakarta dalam rangka bakar-bakaran ikan. Dan mengajak satu persatu siswa lainnya untuk bergabung dengan perkumpulan ini. Dan dari salah seorang siswa lainnya ada yang berinisiatif bagaimana kegiatan ini dilakukan secara rutin dan dibuatkan sebuah organisasi, agar tidak terlihat kaku ataupun boring. Dari pemikiran tersebut maka di setujui dan di dukung oleh siswa SMKN 36 lainnya untuk membuat sebuah organisasi.

Kemudian organisasi tersebut di beri nama ” Komunitas Api Unggun ” dan di resmikan pada tanggal 25 maret 2009 tepatnya jam 22.45 WIB oleh Kang Tedy Sutiawan. Salah Seorang Pendiri tertua daripada lainnya.

Komunitas “Api Unggun” ini bergerak di bidang & bersifat Sosial Bermasyarakat yang berkemanusiaan sebagai tanda bukti kita sebagai manusia yang berguna bagi manusia lainnya.

Visi & Misi

V i s i

Menjadi Sebuah Organisasi berperikemanusiaan yang mencintai kebersamaan dan kekeluargaan.

M i s i

  • Kumpul-kumpul bareng pas Liburan Sekolah
  • Berolahraga sama-sama demi kesehatan bersama
  • Saling mengisi kekurangan antar Personil dan Masyarakat
  • Memberikan solusi bagi yang bermasalah dalam Personil
  • Berbagi sesama dengan yang tak punya baik Antar Personil ataupun Masyarakat

KEGIATAN

1. Shalat Berjamaah

Shalat Berjamaah menjadi kewajiban kami sebagai umat muslim

2. Bakar-bakaran Ikan

Dilakukan setiap malam Sabtu dan malam Liburan Sekolah

img001193 img001153 img00116

3. Maen Bola Futsall

Olahraga pagi setelah melakukan Bakar-bakaran ataupun di Sore Hari setelah Pulang sekolah

img00507 img00490 img00536

4. Makan Bersama

Kegiatan ini dilakukan kalau ada acara di luar kegiatan Api Unggun

img001651 img00422 img00429

5. Maen Chat bareng-bareng

Maen Chat Bareng-bareng Buka Facebook, Friendster, and Blogspot yang ada… ini dilakukan di sekolah maupun di luar sekolah . . . .

6. Swimming

Selain dari Maen Futsall, olahraga yang kami lakukan adalah Swimming atau Berenang. . . . . Berenang kami lakukan pada saat di liburan Sekolah….

img00257 img002552 img00263

Inilah Kegiatan ” Komunitas Api Unggun “ yang telah menjadi Rutinitas Api Unggun

Salam Damai,,


PENDIRI DAN PENCETUS :

1. Tedy Sutiawan


TTL : Tasikmalaya, 23 Januari 1985

Jabatan : Koordinator “Api Unggun

NO HP : 0817 761 142

EmaiL : tedstea@yahoo.co.id

Blog : http://tedisutiawans.wordpress.com



2. Aris Djunaedi

TTL : Jakarta, 02 Agustus 1991

Jabatan : Desain Grafiti “Api Unggun

NO HP : (021) 9972 1463

EmaiL : aries_dj@yahoo.co.id

Blog : http://arisdjunaedi36.wordpress.com







3. Herwanto

TTL : Jakarta, 01 April 1992

Jabatan : Sekretariat “Api Unggun

NO HP : (021) 9351 6731

EmaiL : klik.latansa@yahoo.com

Blog : http://sangtrainercilik.wordpress.com




4. Andika Eka Yasa

TTL : Jakarta, 17 Oktober 1991

Jabatan : Cooker “Api Unggun

NO HP : (021) 9595 4171

EmaiL : dhika_aligator.fish@yahoo.com

Blog : http://andikaey.wordpress.com



5. Fijar Pujadi


TTL : Tangerang, 27September 1991

Jabatan : Inventaris “Api Unggun

NO HP : (021) 9401 3396

EmaiL : fijarpujadi2Tp36@yahoo.co.id